Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa "Pisah Ranjang" Tak Disarankan

Kompas.com - 30/07/2010, 18:16 WIB

KOMPAS.com - Beberapa tahun belakangan, banyak pakar kesehatan menyarankan perlunya pasangan untuk "pisah ranjang". Pisah ranjang yang dimaksud di sini adalah tidur sendiri-sendiri pada malam hari, apabila salah satu pihak tidak tahan dengan kebiasaan tidur pasangannya. Misalnya, yang satu ingin lampu dimatikan, yang lain tidak. Atau, suami sering ngorok sehingga istri jadi sulit tidur.

Hanya karena pisah ranjang dengan alasan di atas, pasangan tidak perlu khawatir mereka akan berpisah betulan. Bahkan Neil Stanley, peneliti masalah tidur dari Norfolk and Norwich University Hospital, mengatakan, "Orang yang kelelahan akan lebih menyedihkan, dan lebih punya risiko bercerai." Keharusan berbagi tempat tidur, menurut Stanley, hanya lah suatu norma budaya, tanpa ada dasar ilmiahnya.

Sebuah artikel yang dimuat di The New York Times belum lama ini menyebutkan, makin banyak pasangan yang tidur terpisah. Hampir 1 dari 4 pasangan Amerika tidur sendiri-sendiri. The National Association of Home Builders bahkan memperkirakan, 60 persen rumah tangga akan memiliki dua kamar tidur utama sebelum tahun 2015.

Mungkin akan banyak dari Anda yang berpikir, benarkah tren ini perlu dilakukan? Memang, kadang-kadang kebiasaan tidur pasangan yang menjengkelkan bisa bikin kita stres berkepanjangan. Tetapi bagaimana bila hal itu justru memicu konflik dalam hubungan?

Bertentangan dengan pendapat Neil Stanley, Tina B. Tessina, PhD, psikoterapis dan penulis buku Money, Sex, and Kids: Stops Fighting About the Three Things That Can Ruin Your Marriage, mengatakan bahwa tidur terpisah bisa membuat hubungan Anda terpengaruh.

"Hal itu bisa bikin pasangan lebih mudah saling menghindar, padahal yang dibutuhkan adalah koneksi dan kontak. Ada kok, solusi untuk masalah ngorok atau kurang istirahat," katanya.

Menurut Tessina, ada hal-hal lain yang lebih memotivasi pasangan untuk tidur di ranjang yang sama:

* Pria bisa tidur lebih nyenyak ketika bersama pasangannya. Demikian penemuan para peneliti, seperti dituangkan dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Sleep and Biological Rhythms. Maka, tak ada salahnya Anda berdua mengusahakan jalan keluar untuk perbedaan kebiasaan tidur, supaya Anda sama-sama mendapatkan tidur yang berkualitas. Ingat, ini hanya masalah perbedaan kebiasaan. Tidak ada yang benar dan salah dalam hal ini.

* Waktu tidur jangan hanya diasumsikan sebagai tidur. Kamar juga memberikan suatu intimasi, dari saling memeluk sambil membaca atau menonton TV, hingga berhubungan intim. Aktivitas pribadi ini sangat penting, khususnya jika Anda sudah memiliki anak. Anak sewaktu-waktu akan membutuhkan Anda di sisinya, sehingga jadwal hubungan seks Anda tidak lagi spontan, melainkan harus terjadwal.

* Jam istirahat adalah momen terbaik untuk melakukan pillow talk bersama suami. Setelah sepanjang hari meluangkan waktu di kantor masing-masing, inilah saatnya bagi Anda untuk ngobrol intim tentang mimpi-mimpi Anda berdua, hal-hal yang meresahkan Anda sebagai pribadi, atau mensyukuri kebersamaan dan kebahagiaan yang Anda berdua alami. Kunci pintu kamar Anda supaya anak tidak mendadak masuk, matikan ponsel, TV, radio, dan sebagainya.

"Meringkuk dalam pelukan pasangan, dan berbicara dalam kesunyian adalah hasrat terbesar dalam kehidupan perkawinan," ungkap Tessina. Pasangan yang tahu bagaimana melakukannya, dan rutin melakukannya, menurutnya akan jauh lebih harmonis daripada pasangan yang tidak melakukannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com