Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luwesnya Paduan Batik dan Tenun

Kompas.com - 18/05/2012, 06:57 WIB

KOMPAS.com - Dukungan terhadap industri mode di tanah air diwujudkan oleh Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) melalui pagelaran busana yang digelar di Jakarta Fashion and Food Festival, Kelapa Gading. Dalam fashion show bertema Nusantara, IPMI menggandeng sebelas desainernya: Adrianto Halim, Carmanita, Era Soekamto, Ghea Panggabean, Liliana Lim, Stephanus Hamy, Tuty Cholid, Tri Handoko, Valentino Napitupulu, Widhi Budhimulia, dan Yongki Budisutisna.

Tema Nusantara ini diambil untuk menggali kembali potensi kain nusantara dari berbagai daerah di Indonesia. Namun batik masih menjadi benang merah dari rancangan para desainer ini. "Masing-masing desainer akan menampilkan sekitar lima koleksi busana yang bertema tradisional, sesuai dengan pemikiran dan ciri khas masing-masing," ungkap desainer Era Soekamto, saat konferensi pers di Hotel Harris, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (15/5/2012) lalu.

Terinspirasi dari lukisan Kumudowati (lukisan bunga teratai berkelopak delapan) yang ditemui di sudut arsitektur Pendopo Ageng Keraton Mangkunegaran, Era Soekamto menghadirkan lima koleksi kebaya ready to wear. Dengan unsur arsitektural pada dress dan rok yang terbuat dari batik Cinde karya Iwan Tirta, roknya terlihat apik dengan paduan kebaya kutu baru. Untuk menghasilkan kesan yang manis, ia menggunakan motif bunga-bungaan pada kebaya kutu barunya. Kebaya tersebut merupakan contoh perpaduan tradisi Jawa dan Eropa yang biasanya digunakan sebagai busana pengantin atau untuk pakaian sehari-hari.

"Sekarang ini kebaya sudah banyak yang modifikasi, maka saya ingin menghasilkan kebaya yang otentik," tukas Era. Meskipun demikian, kebayanya tetap terlihat modern dan edgy. Era juga menggunakan material berupa batik katun, sutra sifon, katun voile, beludru, dengan tambahan aksen bordir motif Kumudowati khas Iwan Tirta.

Belum banyak perancang yang melirik batik Hokokai pagi sore. Ghea Panggabean memanfaatkan kain batik peranakan ini dalam bentuk busana siap pakai dalam koleksinya yang bertema Batikcentrique. Dalam koleksi kali ini Ghea juga banyak menghadirkan busana santai dengan tambahan aplikasi motif batik print di atas bahan-bahan lain seperti sutra sifon, sutra satin, ATBM, dan jersey. Busananya menggunakan warna-warna yang beragam, seperti warna rempah yang hangat serta warna pastel yang lembut, terlihat dalam paduan blus longgar, celana palazzo, jaket, dan rok pensil yang ditampilkan.

Batik Solo menjadi pilihan Tri Handoko dalam koleksi Urban Cross, yang menampilkan paduan kebudayaan Indonesia dengan China. Batik Solo dengan warna-warna yang cenderung sogan dikombinasikan dengan warna-warna khas China yang cerah. Busananya memiliki potongan yang clean dan berstruktur, sehingga lebih modern.

Pertemuan beraneka budaya juga ditampilkan dalam koleksi Widhi Budimulia (Demonstration of Style), dan koleksi Yongki Budisutisna (Never Ending Story). Jika Widhi mengombinasikan batik garutan dan bahan lace untuk menciptakan kesan elegan, klasik, namun tetap memiliki city look, Yongki memadukan unsur busana Belanda dan Jepang dan busana tradisional. Secara keseluruhan koleksinya memberi kesan playful, dengan warna-warna yang cerah. Kain batik tulis juga tampak luwes ketika berpadu dengan kain ikat bernuansa tropis, dalam koleksi Tuti Cholid (Fusion Motion).

Pesona kain tenun
Namun, kain nusantara tidak hanya batik, karena Indonesia juga memiliki beragam jenis kain tenun. Desainer Adrianto Halim menerjemahkan Nusantara dalam karya-karya busana yang bertemakan Bali. "Busana para penari legong menginspirasi saya untuk menghasilkan busana-busana yang unik dengan kreasi lipit," tukas Adrianto. Ia menggunakan kain tenun endep, yang sebagian dikombinasikan dengan kain batik berlipit dan kebaya kutu baru. Warna yang digunakan sebagian besar coklat muda dengan beberapa corak warna hijau, hitam, dan merah.

Carmanita menghadirkan beberapa gaun mini dengan tambahan aksen draperi di bagian depan. Bahan yang dipilih adalah kain tenun dengan motif bunga, dengan warna-warna lembut seperti oranye muda, biru, dan hijau. Namun kain tenun ini memiliki bahan yang tipis dan ringan, sehingga gaunnya bisa dikenakan untuk acara kasual.

Kain tenun Nusa Tenggara Timur menjadi pilihan Liliana Lim untuk berkreasi. Kain tenun ini dipadukan dengan beberapa bahan lain seperti sifon dan aplikasi batu-batuan. Gaun cocktail rancangannya terlihat lebih simpel dan wearable, dengan tambahan aksen lipit. "Lipit ini dibuat tanpa pola dan langsung dibuat di manekin, sehingga terlihat lebih alami," tukas desainer yang akrab disapa Lia ini.

Dua desainer lain yang memanfaatkan kain tenun adalah Valentino Napitupulu dan Stephanus Hamy. Valentino lebih banyak mengadaptasi keindahan kain songket asli Toba, sedangkan Hamy yang mengadaptasi tema Tenun to Lurik menampilkan koleksi busana dalam paduan kain lurik dengan kain tenun beraneka motif untuk beberapa gaun cocktail mini, atau untuk busana resmi berupa bolero dan celana panjang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com