Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Foto: Suku Amazon Ini Rayakan Menstruasi Pertama

Kompas.com - 16/07/2016, 14:10 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Sumber Refinery29

KOMPAS.com – Di berbagai budaya, menstruasi adalah situasi yang memprihatinkan bagi wanita. Seringkali, wanita yang sedang menstruasi diasingkan karena dianggap kotor dan tidak suci.

Lalu, di negara-negara Afrika, anak-anak perempuan yang sedang menstruasi juga tidak bisa pergi ke sekolah karena stigma dan kurangnya fasilitas yang memadai.

Padahal, menstruasi adalah sesuatu yang alami terjadi pada wanita dan sebuah suku di hutan Amazon menyadari dan merayakan hal ini.

Bagi anak perempuan suku Tikuna, menstruasi adalah sebuah perubahan yang penting. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara spiritual.

Lalu, setelah menstruasi mereka yang pertama, anak perempuan Tikuna diisolasikan dari pria dan komunitas mereka dalam upacara yang disebut Yüüechíga atau pelazón.

"Yüüechíga  berarti penyucian jiwa, dimana kita menghapus kesalahan yang kita bawa sejak muda dan membuat diri kita bersih," kata Mileidy, seorang anggota Tikuna yang berusia 17 tahun.

Selama tiga bulan hingga setahun, anak-anak perempuan tinggal di sebuah rumah kecil atau di ruangan dalam rumah mereka.

Diwawancari oleh Refinery 29, Lena Mucha, fotografer Jerman yang mendokumentasikan ritual ini, berkata, “Untuk Tikuna, ritual ini adalah transisi dari seorang anak perempuan menjadi wanita.”

“Beberapa anak perempuan memberitahuku bahwa pada awalnya, mereka takut, lalu mereka menikmatinya. Itu adalah momen dalam hidup mereka dimana mereka bisa berkonsentrasi terhadap diri mereka sendiri dan belajar banyak hal mengenai tradisi dan warisan budaya mereka,” ujarnya.

Selama pelazón, anak-anak perempuan tersebut mempelajari musik, tarian, sejarah dan kepercayaan suku mereka dari anggota perempuan yang lain.

Mery Cecilia yang kini berusia 15 tahun baru melewati pelazón tahun lalu.

Dia berkata, "(Pelazón-ku) butuh waktu delapan bulan. Aku tinggal di rumah kecil bersama keluarga dan hanya ada satu kamar. Tidak ada seorangpun yang bisa melihatku, jadi ketika ada anggota keluarga yang di rumah, aku menutupi diriku sendiri dengan selimut."

"Hanya wanita tertua, yang kita sebut nenek, yang datang untuk mengajariku dan membawakanku makanan. Aku belajar untuk menari, menyanyi, dan merajut. Aku merasa nyaman, tidak ada seorangpun yang mengangguku. Itu adalah waktu untuk diriku," lanjutnya.

Mereka juga membiarkan rambut mereka tumbuh panjang dan ritual ini dianggap sebagai jembatan antara masa kanak-kanak dan dewasa.

Masa isolasi ini diakhiri dengan upacara tiga hari di mana anak-anak perempuan Tikuna dirayakan. Lalu, sebagai simbol inisiasi dan penyucian, rambut mereka dipotong.

"Setelah upacara tersebut, anak-anak perempuan kembali ke kehidupan sehari-hari mereka di komunitas sebagai wanita,” ungkap Mucha.

Catatan redaksi: Foto dalam artikel ini telah dihapus karena melanggar copyright/This content has been removed due to infringement.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com