Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/04/2015, 12:08 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com - Banyak orang mengetahui pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi secara eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun. Sayangnya, hal itu tak disertai dengan realisasi yang terjadi pada para ibu kebanyakan.

Penyebabnya macam-macam, mulai kesibukan hingga gangguan hormonal. Memprihatinkan memang, padahal memberikan ASI pada bayi dalam usia tersebut tak hanya mempengaruhi tumbuh kembang anak, melainkan juga kesehatannya.

Merasa peduli dengan keadaan tersebut, Mia Sutanto bersama beberapa ibu lainnya membentuk Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Mia, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum AIMI, mengerti betul permasalahan ibu sehingga tidak sempat memberikan ASI eksklusif. Permasalahannya cenderung sama, kurangnya edukasi dan juga dukungan terhadap ibu menyusui.

"Saat ini dukungan untuk ibu yang memberikan ASI kepada bayinya dirasa kurang, baik itu perhatian dan dukungan dari pemerintah, masyarakat umum dan instansi swasta," kata Mia.

Padahal, di balik semua itu, ada fakta mengejutkan. ASI bukan hanya penting pada tumbuh kembang anak, tetapi juga dapat meminimalisir Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yang saat ini masih tinggi, yaitu 34 kematian per 1000 kelahiran hidup.

"Artinya, setiap satu jam 10 bayi Indonesia meninggal dan setiap 6 menit 1 bayi Indonesia meninggal kerena tidak memperoleh air susu dari ibunya pada satu jam pertama kelahiran," ujarnya.

Fakta lain membuktikan, bahwa pemberian ASI eksklusif dapat mencegah 13 persen kematian balita. Demikian juga dengan inisiasi menyusui dini, menurut Mia, dapat menyelamatkan 22 persen kematian bayi baru lahir.

Sayangnya, menurut data yang didapat dari World Breastfeeding Trends Initiative (WBTI) pada 2012 lalu, hanya 27,5 persen ibu di Indonesia yang berhasil memberi ASI eksklusif. Berdasarkan catatan itu Indonesia berada di peringkat 49 dari 51 negara yang mendukung pemberian ASI eksklusif.

Apakah itu semua kesalahan kaum ibu? Tentu saja, tidak. Bentuk dukungan untuk merekalah yang kurang dan itu menjadi penyebabnya. Mia menjelaskan, selain minimnya edukasi, perhatian dari lingkungan terdekat adalah hal paling utama dibutuhkan oleh para ibu menyusui.

"Peran suami dalam pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu pengaruh. Suami juga perlu ikut belajar mengenai pentingnya ASI. Sudah ada beberapa penelitian menunjukkan kalau suami mendukung istrinya memberikan ASI, maka angka keberhasilannya hampir 100 persen. Tapi kalau tidak, hanya sekitar 30 persen," tambahnya.

Permasalahan kedua adalah kesibukan. Tidak adanya waktu biasanya menjadi kendala bagi wanita karier yang kebetulan juga menjadi ibu menyusui. Inilah tantangannya. Di situlah AIMI biasanya memberikan edukasi dan dukungan bahwa para ibu yang juga wanita karier tetap dapat memberikan ASI eksklusif.

Mia mengatakan, ketika sudah kembali berkerja, para ibu dapat memerah ASI secara rutin di kantor dengan rentang waktu dua sampai tiga jam sekali. Namun, kendala berikutnya adalah tempat penyimpanan.

"Tentu saja kulkas di kantor tak dapat diprediksi keadaannya. Bila sedang penuh, akan sulit menemukan tempat penyimpanan. Pada saat-saat seperti ini, mungkin jasa sewa transportasi seperti taksi dibutuhkan," kata Mia.

Menyumbang

Dengan misi memberikan edukasi dan dukungan bagi ibu menyusui agar meningkat jumlahnya, sejak dibentuk pada 2007 AIMI mulai mengkampanyekan pentingnya ASI untuk bayi hingga usia dua tahun. Demi gerakan sosial ini, Mia bahkan rela meninggalkan profesinya sebagai pengacara dan turut menggalakkan serat mengajak para ibu sadar akan pentingnya ASI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com