Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebaiknya, Suami Tak Perlu Hadir di Ruang Persalinan

Kompas.com - 07/04/2015, 16:05 WIB
Kontributor Female, Agustina

Penulis


KOMPAS.com –
Suami-suami zaman sekarang bisa dibilang cenderung lebih berani dalam mendampingi istri sewaktu proses persalinan. Namun, menurut sebuah studi, kehadiran suami di ruang melahirkan tidak meredakan rasa nyeri dan sakit yang dialami oleh istri.

Menurut studi yang terhelat di Britania Raya mengklaim bahwa tidak mesti suami berada di dalam ruang persalinan. Sebab, kehadiran mereka justru membuat ibu merasa lebih buruk dan menambah rasa sakit melahirkan.

Penelitia dari University College London, King’s College London, dan University of Hertfordshire, merekrut 39 pasangan dengan istri yang sedang hamil tua. Kemudian, pada tubuh istri ditanamkan jarum berteknologi laser. Fungsi dari jarum ini untuk memonitor aktivitas otak wanita saat melahirkan.

Beberapa minggu usai melahirkan, para partisipan wanita wajib melengkapi survei untuk menggambarkan tingkatan rasa sakit sewaktu bersalin. Kemudian, pada survei terpisah, mereka juga harus menjawab soal kondisi intimasi dengan suami.

Hasil dari studi ini terkuak bahwa kehadiran suami di ruang bersalin, sama sekali tidak membantu wanita dalam mengurangi rasa sakit ataupun nyeri melahirkan. Menariknya, para peneliti mengatakan bahwa wanita yang mengaku kurang hangat dengan suami, ditemukan memiliki level sakit paling tinggi.

Kondisi tersebut sebenarnya sangat masuk akal. Pasalnya, mayoritas pakar psikolog memang mengatakan bahwa kualitas hubungan dengan pasangan berpengaruh pada apa yang Anda rasakan saat berada dalam momen penting kehidupan, salah satunya melahirkan.

“Hasil studi ini menyimpulkan bahwa kehadiran suami dalam ruang persalinan tidak selalu membantu. Selain itu, jika suami bersikukuh ingin berada di ruang persalinan, maka mereka perlu mempersiapkan diri, terutama secara emosional dalam melihat apa yang akan mereka saksikan,” ujar Dr Katerina Fotopoulu, Ketua Penelitian.

Studi ini telah dipublikasikan dalam The Social Cognitive and Affectice Neuroscience Journal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com