Perancang yang terkenal di kalangan anak muda Dian Pelangi, misalnya, setelah membuat tren dengan kain jumputannya, ia kini melirik batik.
Pada peragaan di Jakarta Fashion Week 2014, Sabtu (19/10/13), ia menampilkan koleksi busana muslim ready to wear menggunakan teknik batik, tetapi motif yang dibuat sangat modern.
Dengan desain yang terinspirasi dari era 60-an, Dian menggunakan palet warna kromatik seperti pink, oranye, dan juga biru, yang cerah. Ia menamakan batiknya ini sebagai Pop Batik.
Sementara itu Jenahara, desainer yang karya-karyanya didominasi warna hitam ini, menawarkan busana muslim dengan potongan simpel tetapi dengan aplikasi sulaman dari Tasikmalaya dan motif batik Pekalongan.
Sebagian besar koleksinya dibuat dengan potongan sedikit pas di badan atau busana berpotongan jaket sehingga membuat pemakainya terlihat lebih langsing.
Sedangkan perancang Windri Dhari lewat label Nur Zahra, menampilkan busana muslim yang lebih kasual. Ia lebih memilih warna-warna nuansa abu-abu dan biru gelap dengan material ringan. Meski berpotongan sederhana tetapi rancangan bertema Folk Solitude ini tampak modis dan nyaman.
Yang unik, Windri menggunakan teknik pewarnaan kain dari Jepang (shibori) yang dipadukan dengan teknik batik Indonesia. Untuk coraknya ia membuat corak "pedesaan" Eropa Timur yang belum banyak digarap desainer lain.
Ketiga desainer busana muslim tersebut termasuk dalam 12 desainer yang mengikuti program Indonesia Fashion Forward 2013. Mereka mendapat bimbingan langsung dari para pakar Center for Fashion Enterprise di London, Inggris. Para pakar tersebut membimbing para desainer agar siap menembus pasar Internasional.
Dengan ciri khas berupa unsur etnik dalam banyak rancangan serta potongan busana yang tertutup tetapi modern, bukan tidak mungkin kelak cita-cita menjadikan Indonesia sebagai kiblat busana muslim dunia akan segera terwujud.